Pemimpin Ideal untuk Masyarakat Primordial




Pilgub Banten 2017 sudah di depan mata. Sejumlah nama yang digadang-gadang mengisi bursa pertarungan pada Pilgub di Tanah Jawara 2017 mendatang menyatakan kesiapannya untuk menduduki kursi Pendopo Kota Serang.  Selama lima tahun masyarakat Banten telah menanti sosok pemimpin ideal yang akan memimpin daerahnya. Perlu proses Pilkada yang bersih dan berkualitas untuk melahirkan pemimpin yang diharapkan masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut, tentunya harus dibarengi dengan partisipasi masyarakat dalam mengawal setiap tahapan Pilkada.

Dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 2015 pasal 7 mengatur beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh calon yang diusung antara lain : bertakwa, sehat secara jasmani dan rohani, berpendidikan, tidak tersangkut masalah pidana dan perdata, dan lainnya. Kriteria yang ditetapkan oleh Undang-undang menandakan bahwa untuk menjadi pemimpin yang ideal harus memenuhi beberapa aspek yakni intelektualitas, keagamaan, personalitas, dan ekonomi.

Masyarakat Banten menginginkan pemimpinnya lahir dari kultur agamis dan mempraktikkan nilai-nilai agama dalam kehidupan kesehariannya. Mereka menganggap jika pemimpin takut dengan tuhan, maka dia pasti menghindari hal-hal yang dibenci tuhan. Gubernur Banten terpilih dituntut untuk mampu cepat tanggap dalam menyelesaikan problem masyarakat, beradaptasi dengan sosio-kultur Banten dengan dasar-dasar; nilai karakter (moral-ethic-perilaku keseharian), bertanggung jawab terhadap tindakannya, dan memiliki komunikasi dan stabilitas emosi yang baik. Secara objektif pemimpin Banten ke depan haruslah memiliki standar kualifikasi akademik yang melampaui batasan. Memang dalam Undang-undang dijelaskan bahwa Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota harus berpendidikan paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau sederajat. Namun alangkah lebih baik bila menempatkan kriteria pendidikan diatas standar Undang-undang dibanding kriteria yang berada dibawah standar Undang-undang. Padahal jika ditelusuri, banyak tokoh-tokoh muda di provinsi Banten yang masuk kategori layak menjadi pemimpin Banten berdasarkan kriteria pendidikan. Bahkan saat ini tidak sedikit partai politik yang mensyaratkan calon pemimpin partainya berpendidikan di atas sekolah lanjutan tingkat atas, semisal ketua partai yang bergelar Doktor (S3). Ini adalah langkah yang tepat untuk mewujudkan provinsi Banten yang hebat (Baehaqi, 2015).

Menurut Kartini Kartono (2006) pemimpin yang mampu menjamin kesejahteraan lahir-batin masyarakat luas adalah yang bersedia mengakui bakat-bakat, kapasitas,  insiatif, partisipasi, dan kemauan baik dari para pengikutnya (rakyat, anak buah, individu, dan kelompok-kelompok individu yang dipimpin) untuk berinisiatif dan bekerja sama secara kooperatif.

Memimpin provinsi Banten bukanlah hal yang mudah. Banten adalah provinsi yang unik diantara provinsi lain di Indonesia. Banten yang agamis, Banten yang primordialis, Banten yang jawara adalah sederet label yang disematkan kepada provinsi yang terletak di ujung barat Pulau Jawa ini.
Agaknya banyak sekali persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi pemimpin yang ideal dan pantas memimpin provinsi Banten. Menurut Ruslan Abdulghani (1996), sejatinya kita sudah mewariskan tradisi model pemimpin yang bertipologi penolong sejati (the aunthentic helper) dan humanis (the humanist), bukan pesulap sejati (the based juggler). Efek transformasional model pemimpin Banten seperti ini diharapkan dapat mengubah budaya dan menanamkan nilai-nilai baru yang lebih rasional. Pemimpin harus mempunyai kelebihan dalam hal menggunakan pikiran, rohani, dan jasmani.
Hudges (1992) berpendapat: ”government organization are created by the public, for the public, and need to be accountable to it.”  Masyarakat Banten harus diberikan edukasi bahwa calon pemimpin Banten harus diletakkan dalam bingkai kerja budaya yang profesional bukan hasil instan yang diperoleh melalui cara-cara yang inkonstitusional, sebagai cerminan dari nilai-nilai dan cara pandang yang ‘knowing how’. Sehingga secara kolektif pemimpin dapat memberikan konstribusi maksimal bagi kesejahteraan, keadilan dan keharmonisan berbangsa dan bernegara.

Untuk mendapatkan pemimpin yang ideal, masyarakat Banten seharusnya belajar dari pengalaman kepemimpinan sebelumnya. Mana yang pantas dan yang belum. Mana yang mampu dan yang belum. Serta mana yang kerja nyata dan yang belum. Mengutip kata-kata bijak dari Ir. Soekarno : "Janganlah melihat ke masa depan dengan mata buta. Masa yang lampau sangat berguna sebagai kaca benggala daripada masa yang akan datang."


Pemimpin Ideal Untuk Daerah
 http://siperubahan.com/read/2995/Pemimpin-Ideal-untuk-Masyarakat-Primordial

Pilgub Banten 2017 sudah di depan mata. Sejumlah nama yang digadang-gadang mengisi bursa pertarungan pada Pilgub di Tanah Jawara 2017 mendatang menyatakan kesiapannya untuk menduduki kursi Pendopo Kota Serang.  Selama lima tahun masyarakat Banten telah menanti sosok pemimpin ideal yang akan memimpin daerahnya. Perlu proses Pilkada yang bersih dan berkualitas untuk melahirkan pemimpin yang diharapkan masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut, tentunya harus dibarengi dengan partisipasi masyarakat dalam mengawal setiap tahapan Pilkada.
Dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 2015 pasal 7 mengatur beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh calon yang diusung antara lain : bertakwa, sehat secara jasmani dan rohani, berpendidikan, tidak tersangkut masalah pidana dan perdata, dan lainnya. Kriteria yang ditetapkan oleh Undang-undang menandakan bahwa untuk menjadi pemimpin yang ideal harus memenuhi beberapa aspek yakni intelektualitas, keagamaan, personalitas, dan ekonomi.
 Masyarakat Banten menginginkan pemimpinnya lahir dari kultur agamis dan mempraktikkan nilai-nilai agama dalam kehidupan kesehariannya.Mereka menganggap jika pemimpin takut dengan tuhan, maka dia pasti menghindari hal-hal yang dibenci tuhan. Gubernur Banten terpilih dituntut untuk mampu cepat tanggap dalam menyelesaikan problem masyarakat, beradaptasi dengan sosio-kultur Banten dengan dasar-dasar; nilai karakter (moral-ethic-perilaku keseharian), bertanggung jawab terhadap tindakannya, dan memiliki komunikasi dan stabilitas emosi yang baik. Secara objektif pemimpin Banten ke depan haruslah memiliki standar kualifikasi akademik yang melampaui batasan. Memang dalam Undang-undang dijelaskan bahwa Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota harus berpendidikan paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau sederajat. Namun alangkah lebih baik bila menempatkan kriteria pendidikan diatas standar Undang-undang dibanding kriteria yang berada dibawah standar Undang-undang. Padahal jika ditelusuri, banyak tokoh-tokoh muda di provinsi Banten yang masuk kategori layak menjadi pemimpin Banten berdasarkan kriteria pendidikan. Bahkan saat ini tidak sedikit partai politik yang mensyaratkan calon pemimpin partainya berpendidikan di atas sekolah lanjutan tingkat atas, semisal ketua partai yang bergelar Doktor (S3). Ini adalah langkah yang tepat untuk mewujudkan provinsi Banten yang hebat (Baehaqi, 2015).
Menurut Kartini Kartono (2006) pemimpin yang mampu menjamin kesejahteraan lahir-batin masyarakat luas adalah yang bersedia mengakui bakat-bakat, kapasitas,  insiatif, partisipasi, dan kemauan baik dari para pengikutnya (rakyat, anak buah, individu, dan kelompok-kelompok individu yang dipimpin) untuk berinisiatif dan bekerja sama secara kooperatif.
Memimpin provinsi Banten bukanlah hal yang mudah. Banten adalah provinsi yang unik diantara provinsi lain di Indonesia. Banten yang agamis, Banten yang primordialis, Banten yang jawara adalah sederet label yang disematkan kepada provinsi yang terletak di ujung barat Pulau Jawa ini.
Agaknya banyak sekali persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi pemimpin yang ideal dan pantas memimpin provinsi Banten. Menurut Ruslan Abdulghani (1996), sejatinya kita sudah mewariskan tradisi model pemimpin yang bertipologi penolong sejati (the aunthentic helper) dan humanis (the humanist), bukan pesulap sejati (the based juggler). Efek transformasional model pemimpin Banten seperti ini diharapkan dapat mengubah budaya dan menanamkan nilai-nilai baru yang lebih rasional. Pemimpin harus mempunyai kelebihan dalam hal menggunakan pikiran, rohani, dan jasmani.
Hudges (1992) berpendapat: ”government organization are created by the public, for the public, and need to be accountable to it.”  Masyarakat Banten harus diberikan edukasi bahwa calon pemimpin Banten harus diletakkan dalam bingkai kerja budaya yang profesional bukan hasil instan yang diperoleh melalui cara-cara yang inkonstitusional, sebagai cerminan dari nilai-nilai dan cara pandang yang ‘knowing how’. Sehingga secara kolektif pemimpin dapat memberikan konstribusi maksimal bagi kesejahteraan, keadilan dan keharmonisan berbangsa dan bernegara.
Untuk mendapatkan pemimpin yang ideal, masyarakat Banten seharusnya belajar dari pengalaman kepemimpinan sebelumnya. Mana yang pantas dan yang belum. Mana yang mampu dan yang belum. Serta mana yang kerja nyata dan yang belum. Mengutip kata-kata bijak dari Ir. Soekarno : "Janganlah melihat ke masa depan dengan mata buta. Masa yang lampau sangat berguna sebagai kaca benggala daripada masa yang akan datang."
- See more at: http://siperubahan.com/read/2995/Pemimpin-Ideal-untuk-Masyarakat-Primordial#sthash.CrYLhzd5.dpuf
Pilgub Banten 2017 sudah di depan mata. Sejumlah nama yang digadang-gadang mengisi bursa pertarungan pada Pilgub di Tanah Jawara 2017 mendatang menyatakan kesiapannya untuk menduduki kursi Pendopo Kota Serang.  Selama lima tahun masyarakat Banten telah menanti sosok pemimpin ideal yang akan memimpin daerahnya. Perlu proses Pilkada yang bersih dan berkualitas untuk melahirkan pemimpin yang diharapkan masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut, tentunya harus dibarengi dengan partisipasi masyarakat dalam mengawal setiap tahapan Pilkada.
Dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 2015 pasal 7 mengatur beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh calon yang diusung antara lain : bertakwa, sehat secara jasmani dan rohani, berpendidikan, tidak tersangkut masalah pidana dan perdata, dan lainnya. Kriteria yang ditetapkan oleh Undang-undang menandakan bahwa untuk menjadi pemimpin yang ideal harus memenuhi beberapa aspek yakni intelektualitas, keagamaan, personalitas, dan ekonomi.
 Masyarakat Banten menginginkan pemimpinnya lahir dari kultur agamis dan mempraktikkan nilai-nilai agama dalam kehidupan kesehariannya.Mereka menganggap jika pemimpin takut dengan tuhan, maka dia pasti menghindari hal-hal yang dibenci tuhan. Gubernur Banten terpilih dituntut untuk mampu cepat tanggap dalam menyelesaikan problem masyarakat, beradaptasi dengan sosio-kultur Banten dengan dasar-dasar; nilai karakter (moral-ethic-perilaku keseharian), bertanggung jawab terhadap tindakannya, dan memiliki komunikasi dan stabilitas emosi yang baik. Secara objektif pemimpin Banten ke depan haruslah memiliki standar kualifikasi akademik yang melampaui batasan. Memang dalam Undang-undang dijelaskan bahwa Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota harus berpendidikan paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau sederajat. Namun alangkah lebih baik bila menempatkan kriteria pendidikan diatas standar Undang-undang dibanding kriteria yang berada dibawah standar Undang-undang. Padahal jika ditelusuri, banyak tokoh-tokoh muda di provinsi Banten yang masuk kategori layak menjadi pemimpin Banten berdasarkan kriteria pendidikan. Bahkan saat ini tidak sedikit partai politik yang mensyaratkan calon pemimpin partainya berpendidikan di atas sekolah lanjutan tingkat atas, semisal ketua partai yang bergelar Doktor (S3). Ini adalah langkah yang tepat untuk mewujudkan provinsi Banten yang hebat (Baehaqi, 2015).
Menurut Kartini Kartono (2006) pemimpin yang mampu menjamin kesejahteraan lahir-batin masyarakat luas adalah yang bersedia mengakui bakat-bakat, kapasitas,  insiatif, partisipasi, dan kemauan baik dari para pengikutnya (rakyat, anak buah, individu, dan kelompok-kelompok individu yang dipimpin) untuk berinisiatif dan bekerja sama secara kooperatif.
Memimpin provinsi Banten bukanlah hal yang mudah. Banten adalah provinsi yang unik diantara provinsi lain di Indonesia. Banten yang agamis, Banten yang primordialis, Banten yang jawara adalah sederet label yang disematkan kepada provinsi yang terletak di ujung barat Pulau Jawa ini.
Agaknya banyak sekali persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi pemimpin yang ideal dan pantas memimpin provinsi Banten. Menurut Ruslan Abdulghani (1996), sejatinya kita sudah mewariskan tradisi model pemimpin yang bertipologi penolong sejati (the aunthentic helper) dan humanis (the humanist), bukan pesulap sejati (the based juggler). Efek transformasional model pemimpin Banten seperti ini diharapkan dapat mengubah budaya dan menanamkan nilai-nilai baru yang lebih rasional. Pemimpin harus mempunyai kelebihan dalam hal menggunakan pikiran, rohani, dan jasmani.
Hudges (1992) berpendapat: ”government organization are created by the public, for the public, and need to be accountable to it.”  Masyarakat Banten harus diberikan edukasi bahwa calon pemimpin Banten harus diletakkan dalam bingkai kerja budaya yang profesional bukan hasil instan yang diperoleh melalui cara-cara yang inkonstitusional, sebagai cerminan dari nilai-nilai dan cara pandang yang ‘knowing how’. Sehingga secara kolektif pemimpin dapat memberikan konstribusi maksimal bagi kesejahteraan, keadilan dan keharmonisan berbangsa dan bernegara.
Untuk mendapatkan pemimpin yang ideal, masyarakat Banten seharusnya belajar dari pengalaman kepemimpinan sebelumnya. Mana yang pantas dan yang belum. Mana yang mampu dan yang belum. Serta mana yang kerja nyata dan yang belum. Mengutip kata-kata bijak dari Ir. Soekarno : "Janganlah melihat ke masa depan dengan mata buta. Masa yang lampau sangat berguna sebagai kaca benggala daripada masa yang akan datang."
- See more at: http://siperubahan.com/read/2995/Pemimpin-Ideal-untuk-Masyarakat-Primordial#sthash.CrYLhzd5.dpuf

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROPOSAL PENELITIAN SOSIOLOGI AGAMA

PRAKTIKUM 3 AKHLAK TASAWUF

NIKMAT SHALAT DHUHA